Niat baik harus dibarengi dengan cara yang baik dan benar.
Jika tidak, niat itu bisa berbalik menyerang Anda sendiri.
Agak terkejut waktu dengar berita “KDM berencana alihkan dana operasi Kertajati Rp60 miliar ke Susi Air”, meskipun ini masih sebatas rencana/usulan, tapi sudah ada pernyataan publik dalam taraf memberi janji, yang bisa berdampak panjang, apalagi Susi Air adalah entitas swasta bukan lembaga negara atau BUMN.
Saya bukan ahli kebijakan publik, tapi dari pola-pola sebelumnya, statement seperti ini bisa berbalik arah jika tidak dieksekusi dengan cara yang tepat.
Hal ini tidak akan digoreng, tidak akan dipermasalahkan sekarang, tapi nanti disimpan pada saat yang tepat, itulah kerja politik.
Kita bisa lihat kasus Chromebook yang menyeret nama Nadiem Makarim. Walaupun disebutkan saat prosesnya sudah menggandeng dan melibatkan lembaga penegak hukum untuk pendampingan, buktinya sekarang tetap saja tersangkut, entah apa nanti statusnya.
Kejadian lain yang relate juga. Pedagang mainan dagangannya diborong oleh anggota dewan dan diberikan uang 7juta. Kemudian pedagangnya protes karena kurang, modalnya aja 10juta. Setelah ribut, uangnya kemudian ditambah oleh ajudannya hingga genap 10juta.
Kembali ke rencana KDM.
KDM ini sebenarnya niatnya baik: menghidupkan konektivitas Jawa Barat. Tapi kalau dari awal idenya untuk mensubsidi Susi Air, ini rawan bermasalah di kemudian hari secara hukum dan politik.
Yang saya pahami, subsidi penerbangan itu berlaku untuk penerbangan perintis bagi daerah yang konektivitasnya masih kurang dan belum layak komersial.
Apakah rute Kertajati ke sejumlah kota yang direncanakan termasuk dalam kriteria rute perintis menurut aturan yang berlaku ?
Kalaupun mekanismenya Penerbangan Perintis, prosedurnya harus melalui mekanisme Lelang terbuka karena nilai subsidinya mencapai Rp 60 Miliar.
Intinya:
Niat baik saja tidak cukup. Eksekusi harus patuh prosedur.
Jangan sampai niat baik, tapi caranya tidak sesuai, akan menjadi bumerang di kemudian hari dan digunakan sebagai senjata oleh lawan.